Apakah Pengendalian Hayati itu ?
Pengendalian hayati adalah metode pengendalian dengan memanfaatkan agen-agen hayati atau musuh-musuh alami untuk meregulasi densitas populasi hama sampai di bawah garis ambang ekonomi.
Sumber gambar : Pengendalian Hayati
Mengapa dibutuhkan Pengendalian hayati ?
Pengendalian hama dapat dilakukan dengan menggunakan pengendalian secara kimia atau dengan pengendalian secara biologi atau disebut juga pengendalian hayati. Permasalahan hama dapat terjadi karena beberapa hal seperti dikarenakan alih fungsi lahan dan karena dampak pestisida (pengendalian secara kimia).
1. Dampak alih fungsi lahan pada serangan hama
Sumber gambar : Alih Fungsi Lahan
Untuk pertama kali, mari kita telaah asal-asul serangga dapat menjadi Hama. Salah satu yang menyebabkan serangga dapat menjadi hama adalah alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu Perubahan hutan untuk perluasan areal pertanian, dan pembukaan areal hutan ataupun pertanian untuk pemukiman.
Perubahan hutan untuk perluasan areal pertanian dapat menyebabkan perubahan status serangga netral menjadi serangga hama. Sebagai contoh adalah wereng hijau dan wereng coklat. Saat ini kedua serangga ini sangat dikenal sebagai hama pada tanaman padi. Padahal, sebelum tahun 1970-an kedua hama ini belum berstatus sebagai hama. Perubahan status ini disebabkan karena alih fungsi hutan menjadi lahan padi, sehingga areal pertanaman padi terbuka lebar di beberapa tempat. Disatu sisi dengan hilangnya hutan yang memiliki keanekaragaman hayati, musuh alami wereng juga ikut mengalami pengurangan atau bahkan kematian. Akibatnya wereng dengan bebas menikmati tanaman padi dalam jumlah besar tanpa atau kurang dapat dikendalikan oleh musuh alaminya. Dari contoh tersebut kita dapat mengetahui bahwa perubahan hutan menjadi areal pertanian dapat menyebabkan masalah baru yaitu serangga hama.
Selain perubahan hutan menjadi areal pertanian, perubahan lahan menjadi pemukiman juga menyebabkan hal serupa. Pemukiman saat ini bahkan bukan hanya dibangun diatas lahan bekas hutan, namun juga lahan-lahan produktif pertanian. Sebagai contoh, munculnya serangga tomcat menjadi hama seperti pada tulisan saya sebelumnya tentang serangga sebagai hama.
2. Dampak pengendalian secara kimiawi seperti penggunaan pestisida kimia
Pestisida sudah sangat akrab dikenal oleh petani di Dunia, khususnya Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengatasi permasalah nomor 1 diatas, yaitu serangga yang berubah menjadi hama disebabkan alih fungsi lahan. Pestisida kimia dipercaya sebagai solusi cepat untuk mengendalikan hama di tanaman budidaya. Efeknya yang cepat dengan dosis yang kecil membuat produk ini ramai digunakan hingga turun temurun. Sehingga muncul pemikiran yang mendarah daging, bahwa pengendalian hama hanya bisa dilakukan dengan pestisida kimia. Namun, dengan berjalannya waktu dampak negatif dari penggunaan pestisida ini mulai dirasakan. Dampak negatif dari pestisida kimia antara lain pencemaran lingkungan, munculnya hama baru, terjadinya resurgensi hama dan resistensi hama.
2.1 Pencemaran lingkungan dikarenakan pestisida kimia disebabkan karena bahan aktif dari pestisida tersebut. Dalam perkembangannya pestisida pada awalnya bersifat sangat merugikan, yaitu membunuh organisme lain, hingga meracuni tanah, air dan udara. Organisme selain hama seperti katak, ular, ikan, dan cacing dapat mati disebabkan aplikasi pestisida, bahkan manusia juga diketahui mengalami dampak negatif dari pestisida. Selain itu lingkungan juga tercemar, disebabkan pestisida tidak mampu diuraikan oleh mikroorganisme tanah. Meskipun seiring perkembangannya, bahan aktif pestisida terus dikembangkan hingga pemilihan bahan aktif yang spesifik dan tidak mencemari lingkungan. Namun, dampak negative tetap muncul yaitu adanya hama baru, resistensi hingga resurgensi hama.
2.2 Dampak lain dari aplikasi pestisida adalah munculnya hama baru. Hama baru dapat muncul disebabkan karena tanpa sengaja terbawa bersama tanaman ataupun manusia. Seperti dengan adanya aktifitas impor dan jual beli tanaman. Hal ini dapat menyebabkan hama yang sebelumnya hanya ada di suatu daerah dapat menyebar ke daerah baru dan menemukan inang baru. Selain dikarenakan terbawa, aplikasi pestisida juga dapat menyebabkan munculnya hama baru. Hama baru ini dapat muncul dikarenakan beberapa sebab seperti dikarenakan kematian hama utama, juga dikarenakan kematian musuh alami. Hama berdasarkan tingkat kemampuan merusaknya dibedaka menjadi hama primer atau utama dan sekunder. Hama utama yang mati disebabkan aplikasi pestisida dapat menyebabkan hama sekunder menjadi hama utama atau hama baru pada tanaman. Kematian musuh alami juga menyebabkan munculnya hama baru dikarenakan ketika suatu hama yang sebelumnya mampu dikendalikan oleh musuh alaminya tiba-tiba mampu berkembangbiak dengan bebas disebabkan hilangnya musuh alami. Hama baru ini dapat menjadi ancaman yang serius bagi tanaman budidaya.
2.3 Pestisida kimia juga dapat menyebabkan resurgensi hama. Resurgensi adalah peristiwa meningkatnya hama setelah aplikasi pestisida. Peningkatan ini terjadi karena terbunuhnya musuh alami, sehingga hama yang sebelumnya dapat dikendalikan oleh musuh alami menjadi lebih leluasa untuk berkembangbiak. Hal ini juga termasuk munculnya hama sekunder atau hama baru seperti pembasan di atas.
2.4 Selain resurgensi, dampak pestisida juga dapat menyebaban resistensi. Resistensi adalah meningkatnya kekebalan hama karena aplikasi pestisida. Serangga hama mampu beradaptasi dan meningkatkan kekebalan diri terhadap suatu bahan aktif pestisida.
Berdasarkan berbagai permasalahan di atas. Pengendalian hayati sangatlah dibutuhkan, sehingga hama mampu dikendalikan secara tepat dan tapa menimbulkan efek negatif. Meskipun pengendalian hayati tidak berdampak cepat pada pengendalian hama, namun keberlanjutan dan keamanan dapat dijamin lebih baik dibandingkan pestisida kimia.
Referensi : Sembel, DT. 2010. Pengendalian Hayati. Penerbit Andi : Manado.
Posting Komentar untuk "Mengapa Pengendalian Hayati dibutuhkan ?"